Senin, 09 Juni 2014

DASAR PERPAJAKAN

1.1       Sejarah Perpajakan
Dahulu pajak dikenal dengan sebutan upeti yang merupakan pemberian secara cuma-cuma dari rakyat yang diwajibkan secara paksa kepada seorang penguasa. Upeti yang diberikan berupa padi, ternak, atau hasil tanaman lainnya. Pemberian upeti ini semata-mata hanya untuk kepentingan penguasa tanpa ada imbalan yang diberikan kepada rakyat karena kedudukan penguasa yang lebih tinggi daripada rakyat.
Seiring berjalannya waktu, sifat upeti yang diberikan rakyat sudah digunakan untuk keperluan rakyat misalnya untuk menjaga keamanan, memelihara jalan, pembangunan saluran air, dan berbagai sarana umum lainnya. Perkembangan pemberian upeti yang secara cuma-cuma dan sifatnya memaksa tersebut, kemudian dibuat aturan-aturan yang lebih adil dalam pelaksanaannya walaupun pemberian upeti tetap dipaksakan. Jadi, pembayaran upeti atau yang sudah dikenal dengan pajak ini akan digunakan untuk kepentingan rakyat.
Di Indonesia, sejak zaman kolonial Belanda ternyata telah diberlakukan cukup banyak undang-undang yang mengatur mengenai pembayaran pajak, yaitu Ordonansi Pajak Rumah Tangga seperti: Aturan Bea Meterai, Ordonansi Bea Balik Nama, Ordonansi Pajak Kekayaan, Ordonansi Pajak Kendaraan Bermotor, Ordonansi Pajak Upah, Ordonansi Pajak Potong, Ordonansi Pajak Pendapatan, Undang-undang Pajak Radio, Undang-undang Pajak Pembangunan I, dan Undang-undang Pajak Peredaran.
Namun, masih banyak undang-undang yang dianggap tidak memenuhi rasa keadilan sehingga pada tahun 1983, Pemerintah bersama-sama dengan DPR mencabut semua undang-undang yang ada dan membuat 5 peraturan perpajakan yang sifatnya lebih mudah dipelajari dan dipraktikkan. Kelima undang-undang tersebut adalah:
1.   UU No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP);
2.   UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (PPh);
3.   UU No. 8 Tahun 1983 tentang PPN dan PPnBM;
4.   UU No. 12 Tahun1985 tentang PBB (masih menggunakan official assessment);
5.   UU No. 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai (BM).
Perubahan terakhir undang-undang perpajakan baru-baru ini dilakukan pada tahun 2007 dan 2008 yang menghasilkan UU KUP No. 28 Tahun 2007 yang berlaku mulai tahun 2008 dan UU PPh No. 36 Tahun 2008 yang berlaku mulai tahun 2009. Namun, dilatarbelakangi adanya sunset policy beberapa waktu lalu, maka UU KUP diperbaharui lagi dengan adanya UU No. 16 Tahun 2009 sebagai penetapan Perpu No. 5 Tahun 2008 yang hanya mengubah satu bunyi ketentuan Pasal 37A ayat (1) UU KUP No. 28 Tahun 2007.UU PPN/PPNBM  No. 42 tahun 2009 yg berlaku I April 2010.
1.2       Pengertian Pajak, Retribusi, dan Sumbangan
Definisi pajak menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH,, Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Terdapat beberapa unsur pajak, yaitu:
1.   Iuran dari rakyat kepada negara di mana berhak memungut pajak adalah negara berupa uang (bukan barang).
2.   Pajak dipungut berdasarkan undang-undang yang berlaku.
3.   Tanpa jasa imbalan atau kontraprestasi dari negara secara langsung dapat ditunjuk.
4.   Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara, yakni pengeluaran-pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas.
Retribusi agak berbeda dengan pajak. Retribusi adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan mendapatkan jasa timbale (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan oleh pemerintah. Contohnya, pembayaran air minum pada PAM, retribusi listrik, telepon, dan lain sebagainya. Karakteristik retribusi adalah:
1.    Retribusi dipungut berdasarkan peraturan-peraturan yang berlaku
2.    Pembayaran dari warga akan mendapat jasa timbal langsung yang ditujukan pada individu yang membayarnya
3.    Uang hasil retribusi digunakan bagi pelayanan umum
4.    Pelaksanaannya dapat dipaksakan, biasanya bersifat ekonomis.
Sumbangan adalah iuran yang dibayar oleh golongan tertentu saja, kontraprestasi dapat dinikmati oleh golongan tersebut. Contohnya, sumbangan wajib untuk perawatan dan pemeliharaan jalan hanya dikenakan terhadap pemilik kendaraan saja. Karakteristik sumbangan antara lain:
1.   Sumbangan dipungut berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku dan mengikat umum
2.   Kontraprestasi diperoleh bukan karena membayarnya secara individual melainkan secara kelompok
3.   Pelaksanaannya dapat dipaksakan, tetapi tidak bersifat ekonomis melainkan yuridis.
1.3       Peranan dan Fungsi Pajak dalam Pembangunan
Beberapa fungsi dan peranan pajak dalam pembangunan, yaitu:
1.   Fungsi Stabilitas. Pajak dapat membantu pemerintah dalam mengatur laju harga sehingga dapat mengatur laju inflasi. Fungsi ini dijalankan dengan cara mengatur peredaran uang, pemungutan pajak, dan penggunaan pajak seefisien mungkin.
2.   Fungsi Budgeeter (Anggaraan). Pajak berfungsi untuk membiayai pengeluaran negara.
3.   Fungsi Retribusi Pendapatan. Pajak berfungsi untuk membiayai semua kepentingan umum misalnya untuk meningkatkan pendapatan rakyat.
4.   Fungsi Regulatif (Mengatur). Pajak berfungsi mengatur pertumbuhan ekonomi.
1.4       Kedudukan Hukum Pajak dalam Tata Hukum Nasional
Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, Sh., Hukum pajak mempunyai kedudukan di antara hukum-hukum sebagai berikut:
1.   Hukum perdata, mengatur hubungan antara satu individu dengan individu lainnya.
2.   Hukum Publik, mengatur hubungan antara pemerintah dengan rakyatnya, diantaranya Hukum Tata Negara, Hukum Tata Usaha, Hukum Pajak, dan Hukum Pidana.
Dengan demikian, kedudukan hukum pajak merupakan bagian dari hukum publik. Dalam bidang hukum berlaku Lex Specialis derogate Lex Generalis, yang artinya peraturan khusus lebih diutamakan daripada peraturan umum. Dalam hal ini peraturan khusus adalah hukum pajak, sedangkan peraturan umum adalah hukum publik atau hukum lainnya yang sudah ada sebelumnya. Hukum Pajak menganut paham imperative, yakni pelaksanaannya tidak dapat ditunda. Misalnya apabila terdapat pengajuan keberatan sebelum adanya keputusan dari Direktur Jenderal Pajak bahwa keberatan tersebut diterima, maka Wajib Pajak yang mengajukan keberatan harus membayar pajak terlebih dahulu.
1.5         Syarat-Syarat Undang-Undang Pajak bagi Suatu Negara
Pembuatan undang-undang haruslah memperhatikan aspek-aspek dimana undang-undang tersebut diberlakukan. Seperti halnya dalam pembuatan undang-undang pajak bagi suatu Negara. Syarat-syarat undang-undang pajak bagi suatu Negara adalah sebagai berikut :
a.   Syarat Keadilan
Berdasarkan tujuan hukum, yakni mencapai keadilan undang-undang dan pelaksanaan pemungutan yang adil. Adil dalam perundang-undangan artinya mengenakan pajak secara umum dan merata, serta disesuaikan dengan kemampuan masing-masing yaitu dikenakan kepada orang-orang pribadi sebanding dengan kemampuannya untuk membayar (ability to pay). Sedangkan adil dalam pelaksanaannya yakni dengan memberikan hak bagi wajib pajak untuk mengajukan keberatan, penundaan dalam pembayaran dan mengajukan banding kepada Majelis Pertimbangan Pajak. Syarat keadilan dapat dibagi menjadi:
1.   Keadilan Horizontal
Wajib Pajak yang mempunyai kemampuan membayar (gaya pikul) sama harus dikenakan pajak yang sama.


2.   Keadilan Vertikal
Wajib Pajak yang mempunyai kemampuan membayar (gaya pikul) tidak sama harus dikenakan pajak yang tidak sama.
b.   Syarat Yuridis
Pemungutan pajak harus berdasarkan undang-undang hal ini memberikan jaminan hukum untuk menyatakan keadilan, baik bagi negara maupun warganya. Dalam Undang-undang Dasar 1945 pasal 23 ayat 2, bahwa pengenaan dan pemungutan pajak (termasuk bea dan cukai) untuk keperluan negara hanya boleh terjadi berdasarkan undang-undang, karena pajak adalah peralihan kekayaan dari sektor rakyat ke sektor pemerintah untuk membiayai pengeluaran negara.
c.   Syarat Ekonomis
Pungutan pajak harus menjaga keseimbangan kehidupan ekonomi, pemungutan tidak boleh menganggu kelancaran kegiatan produksi maupun perdagangan. Pajak dipungut cukup untuk menutup sebagian pengeluaran negara, tidak memakan ongkos pemungutan pajak yang besar. Suatu negara akan mempertahankan ekonominya dengan politik pemungutan pajaknya:
1.   Harus diusahakan supaya jangan sampai menghambat lancarnya produksi dan perdagangan.
2.   Harus diusahakan, supaya jangan menghalang-halangi rakyat dalam usahanya menuju ke kebahagiaan dan jangan sampai merugikan kepentingan umum.
d.   Syarat Sosiologis
Pajak harus dipungut sesuai kebutuhan masyarakat maka harus mendapatkan persetujuan masyarakat karena pajak adalah peralihan kekayaan dari sektor rakyat ke sektor pemerintah untuk membiayai pengeluaran negara. Syarat ini akan mendorong masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya dikarenakan masyarakat telah atas kesadarannya sendiri menjalankan kewajiban perpajakannya.
e.   Syarat Financial
Sesuai dengan fungsi pajak sebagai sumber penerimaan negara, maka biaya yang dikeluarkan untuk pemungutan/penetapan pajak hendaknya lebih kecil dari penerimaan pajak agar ada penerimaan yang masuk ke kas negara/daerah.
f.    Syarat kesederhanaan
Sistem pemungutan pajak harus sederhana. Sistem pemungutan yang sederhana akan memudahkan dan mendorong masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.
1.6   The Four Maxims Adam Smith
Dalam penyusunan Undang- Undang telah disebutkan bahwa penyusunan Undang-Undang tidak boleh semena-mena apalagi sampai merugikan masyarakat secara luas. Adam Smith dalam bukunya “Wealth Of Nation” yang terkenal di seluruh dunia, memberikan pedoman bahwa agar peraturan pajak itu memberikan rasa keadilan, harus memenuhi empat syarat yang kemudian dikenal “ The Four Maxims” atau “The Four Canon of Adam Smith” yaitu:
a.    Equality dan Equity
Equality atau kesamaan mengandung arti bahwa keadaan yang sama atau orang yang berada dalam keadaan sama harus dikenakan pajak yang sama. Ini berlaku baik untuk WNI ataupun orang asing. Equity dalam bahasa Indonesia sering diterjemahkan dengan kata keadilan. Pengertian keadilan ini sangat relatif dan bergantung kepada tempat waktu dan ideologi yang melandasinya. Apa yang dianggap adil di Indonesia pada waktu ini belum tentu adil di masa lampau atau masa mendatang. Sehingga orang lebih mendiskripsikan asas equity dengan asas kepatutan. Selain itu, Negara juga tidak diperbolehkan bertindak diskriminatif terhadap Wajib Pajak.
b.    Certainty
Pelaksanaan pemungutan pajak oleh pemerintah harus didukung oleh dasar hukum yang kuat dan tegas, sehingga pembuat Undang- Undang harus mengusai asas-asas hukum yang sudah diterima secara umum oleh kalangan orang-orang yang berprofesi hukum. Pembuatan undang-undang harus menggunakan pemilihan kata-kata yang jelas, tegas dan tidak mengandung arti ganda atau memberikan peluang untuk ditafsirkan lain apalagi sampai menimbulkan kekosongan atau Loophles yang masih dapat diselundupi. Semua pungutan pajak harus berdasarkan dengan UU, sehingga bagi yang melanggar akan dikenakan sanksi hukum. Dalam asas ini, kepastian hukum yang diutamakan adalah mengenai Subjek Pajak, Objek Pajak, Tarif Pajak dan Ketentuan mengenai Pembayaran Pajak
c.    Convenience Of payment
Pajak harus dipungut pada saat yang tepat yaitu pada saat wajib pajak mempunyai uang. Kebanyakan negara menerapkan pemungutan pajak ini saat pemberi kerja atau yang membayarkan uang memberi gaji atau membayarkan uang kepada penerima uang/penghasilan, ini dianggap saat yang paling tepat dalam memungut pajak. Sebagai contoh pada saat Wajib Pajak memperoleh penghasilan. Sistem pemungutan ini disebut Pay as You Earn.
d.   Economic’s of Collention (Efficiency)
Syarat yang keempat adalah bertalian dengan biaya pemungutan. Hasil penerimaan pajak harus sebanding dengan biaya yang dikeluarkan untuk memungut pajak. Sebanding ini harus mempertimbangkan tenaga, system yang harus dibangun atapun sumber daya yang harus dibentuk. Pajak diharapkan seminimum mungkin, demikian pula beban yang dipikul Wajib Pajak jangan sampai biaya pemungutan pajak lebih besar dari penerimaan pajak itu sendiri.


Daftar Pustaka

-     Mardiasmo. 2009. Perpajakan. Yogyakarta: ANDI Yogyakarta
-     Pranawabudi. 2009. Pengertian Pajak. http://splashurl.com/lyoob6r (Diakses Tanggal 22 Februari 2013)
-     Positif, Hukum. 2008. Meninjau Asas-Asas yang Telah Menjadi Dasar Pemungutan Pajak. http://splashurl.com/m9tsxec (Diakses Tanggal 22 Februari 2013)
-     Elhasani. 2008. Hukum Pajak. http://splashurl.com/lffezkb (Diakses Tanggal 22 Februari 2013)
-     Sombolon, Michael. 2010. Sejarah Perpajakan di Indonesia. http://splashurl.com/k3t52pu (Diakses Tanggal 23 Februari 2013)
-     Wijiraharjo. 2008. Pajak, Retribusi dan Sumbangan. http://splashurl.com/kvazhjv (Diakses Tanggal 23 Februari 2013)

-     Shvoong. 2011. Fungsi & Peranan Pajak bagi Negara. http://splashurl.com/mk6ce8x (Diakses Tanggal 23 Februari 2013)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar