1.1
Sejarah
Perpajakan
Dahulu pajak dikenal dengan sebutan
upeti yang merupakan pemberian secara cuma-cuma dari rakyat yang diwajibkan
secara paksa kepada seorang penguasa. Upeti yang diberikan berupa padi, ternak,
atau hasil tanaman lainnya. Pemberian upeti ini semata-mata hanya untuk
kepentingan penguasa tanpa ada imbalan yang diberikan kepada rakyat karena
kedudukan penguasa yang lebih tinggi daripada rakyat.
Seiring berjalannya waktu, sifat upeti
yang diberikan rakyat sudah digunakan untuk keperluan rakyat misalnya untuk
menjaga keamanan, memelihara jalan, pembangunan saluran air, dan berbagai
sarana umum lainnya. Perkembangan pemberian upeti yang secara cuma-cuma dan
sifatnya memaksa tersebut, kemudian dibuat aturan-aturan yang lebih adil dalam
pelaksanaannya walaupun pemberian upeti tetap dipaksakan. Jadi, pembayaran
upeti atau yang sudah dikenal dengan pajak ini akan digunakan untuk kepentingan
rakyat.
Di
Indonesia, sejak zaman kolonial Belanda ternyata telah diberlakukan cukup
banyak undang-undang yang mengatur mengenai pembayaran pajak, yaitu Ordonansi
Pajak Rumah Tangga seperti: Aturan Bea Meterai, Ordonansi Bea Balik Nama,
Ordonansi Pajak Kekayaan, Ordonansi Pajak Kendaraan Bermotor, Ordonansi Pajak
Upah, Ordonansi Pajak Potong, Ordonansi Pajak Pendapatan, Undang-undang Pajak
Radio, Undang-undang Pajak Pembangunan I, dan Undang-undang Pajak Peredaran.
Namun,
masih banyak undang-undang yang dianggap tidak memenuhi rasa keadilan sehingga
pada tahun 1983, Pemerintah bersama-sama dengan DPR mencabut semua
undang-undang yang ada dan membuat 5 peraturan perpajakan yang sifatnya lebih
mudah dipelajari dan dipraktikkan. Kelima undang-undang tersebut adalah:
1. UU No. 6 Tahun 1983 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP);
2. UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak
Penghasilan (PPh);
3. UU No. 8 Tahun 1983 tentang PPN dan
PPnBM;
4. UU No. 12 Tahun1985 tentang PBB (masih
menggunakan official assessment);
5. UU No. 13 Tahun 1985 tentang Bea
Meterai (BM).
Perubahan
terakhir undang-undang perpajakan baru-baru ini dilakukan pada tahun 2007 dan
2008 yang menghasilkan UU KUP No. 28 Tahun 2007 yang berlaku mulai tahun 2008
dan UU PPh No. 36 Tahun 2008 yang berlaku mulai tahun 2009. Namun,
dilatarbelakangi adanya sunset
policy beberapa waktu lalu, maka UU KUP diperbaharui lagi dengan
adanya UU No. 16 Tahun 2009 sebagai penetapan Perpu No. 5 Tahun 2008 yang hanya
mengubah satu bunyi ketentuan Pasal 37A ayat (1) UU KUP No. 28 Tahun 2007.UU
PPN/PPNBM No. 42 tahun 2009 yg berlaku I April 2010.
1.2
Pengertian
Pajak, Retribusi, dan Sumbangan
Definisi
pajak menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH,, Pajak adalah iuran rakyat kepada
kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada
mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang
digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Terdapat beberapa unsur pajak,
yaitu:
1. Iuran
dari rakyat kepada negara di mana berhak memungut pajak adalah negara berupa
uang (bukan barang).
2. Pajak
dipungut berdasarkan undang-undang yang berlaku.
3. Tanpa
jasa imbalan atau kontraprestasi dari negara secara langsung dapat ditunjuk.
4. Digunakan
untuk membiayai rumah tangga negara, yakni pengeluaran-pengeluaran yang
bermanfaat bagi masyarakat luas.
Retribusi
agak berbeda dengan pajak. Retribusi adalah iuran rakyat kepada kas negara
berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan mendapatkan jasa
timbale (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan oleh pemerintah.
Contohnya, pembayaran air minum pada PAM, retribusi listrik, telepon, dan lain
sebagainya. Karakteristik retribusi adalah:
1. Retribusi
dipungut berdasarkan peraturan-peraturan yang berlaku
2. Pembayaran
dari warga akan mendapat jasa timbal langsung yang ditujukan pada individu yang
membayarnya
3. Uang
hasil retribusi digunakan bagi pelayanan umum
4. Pelaksanaannya
dapat dipaksakan, biasanya bersifat ekonomis.
Sumbangan adalah iuran yang dibayar oleh
golongan tertentu saja, kontraprestasi dapat dinikmati oleh golongan tersebut.
Contohnya, sumbangan wajib untuk perawatan dan pemeliharaan jalan hanya
dikenakan terhadap pemilik kendaraan saja. Karakteristik sumbangan antara lain:
1. Sumbangan
dipungut berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku dan mengikat umum
2. Kontraprestasi
diperoleh bukan karena membayarnya secara individual melainkan secara kelompok
3. Pelaksanaannya
dapat dipaksakan, tetapi tidak bersifat ekonomis melainkan yuridis.
1.3
Peranan
dan Fungsi Pajak dalam Pembangunan
Beberapa fungsi dan
peranan pajak dalam pembangunan, yaitu:
1. Fungsi Stabilitas.
Pajak dapat membantu pemerintah dalam mengatur laju harga sehingga dapat
mengatur laju inflasi. Fungsi ini dijalankan dengan cara mengatur peredaran
uang, pemungutan pajak, dan penggunaan pajak seefisien mungkin.
2. Fungsi Budgeeter (Anggaraan).
Pajak berfungsi untuk membiayai pengeluaran negara.
3. Fungsi Retribusi Pendapatan.
Pajak berfungsi untuk membiayai semua kepentingan umum misalnya untuk
meningkatkan pendapatan rakyat.
4. Fungsi Regulatif (Mengatur).
Pajak berfungsi mengatur pertumbuhan ekonomi.
1.4
Kedudukan
Hukum Pajak dalam Tata Hukum Nasional
Menurut
Prof. Dr. Rochmat Soemitro, Sh., Hukum pajak mempunyai kedudukan di antara
hukum-hukum sebagai berikut:
1. Hukum
perdata, mengatur hubungan antara satu individu dengan individu lainnya.
2. Hukum
Publik, mengatur hubungan antara pemerintah dengan rakyatnya, diantaranya Hukum
Tata Negara, Hukum Tata Usaha, Hukum Pajak, dan Hukum Pidana.
Dengan demikian, kedudukan hukum pajak
merupakan bagian dari hukum publik. Dalam bidang hukum berlaku Lex Specialis derogate Lex Generalis,
yang artinya peraturan khusus lebih diutamakan daripada peraturan umum. Dalam
hal ini peraturan khusus adalah hukum pajak, sedangkan peraturan umum adalah
hukum publik atau hukum lainnya yang sudah ada sebelumnya. Hukum Pajak menganut
paham imperative, yakni pelaksanaannya tidak dapat ditunda. Misalnya
apabila terdapat pengajuan keberatan sebelum adanya keputusan dari Direktur
Jenderal Pajak bahwa keberatan tersebut diterima, maka Wajib Pajak yang
mengajukan keberatan harus membayar pajak terlebih dahulu.
1.5
Syarat-Syarat
Undang-Undang Pajak bagi Suatu Negara
Pembuatan undang-undang haruslah memperhatikan
aspek-aspek dimana undang-undang tersebut diberlakukan. Seperti halnya dalam
pembuatan undang-undang pajak bagi suatu Negara. Syarat-syarat undang-undang
pajak bagi suatu Negara adalah sebagai berikut :
a. Syarat
Keadilan
Berdasarkan tujuan hukum,
yakni mencapai keadilan undang-undang dan pelaksanaan pemungutan yang adil.
Adil dalam perundang-undangan artinya mengenakan pajak secara umum dan merata,
serta disesuaikan dengan kemampuan masing-masing yaitu dikenakan kepada
orang-orang pribadi sebanding dengan kemampuannya untuk membayar (ability to pay). Sedangkan adil dalam
pelaksanaannya yakni dengan memberikan hak bagi wajib pajak untuk mengajukan
keberatan, penundaan dalam pembayaran dan mengajukan banding kepada Majelis
Pertimbangan Pajak. Syarat keadilan dapat dibagi menjadi:
1. Keadilan
Horizontal
Wajib Pajak yang
mempunyai kemampuan membayar (gaya pikul) sama harus dikenakan pajak yang sama.
2. Keadilan
Vertikal
Wajib Pajak yang
mempunyai kemampuan membayar (gaya pikul) tidak sama harus dikenakan pajak yang
tidak sama.
b. Syarat
Yuridis
Pemungutan
pajak harus berdasarkan undang-undang hal ini memberikan jaminan hukum untuk
menyatakan keadilan, baik bagi negara maupun warganya. Dalam Undang-undang
Dasar 1945 pasal 23 ayat 2, bahwa pengenaan dan pemungutan pajak (termasuk bea
dan cukai) untuk keperluan negara hanya boleh terjadi berdasarkan undang-undang,
karena pajak adalah peralihan kekayaan dari sektor rakyat ke sektor pemerintah
untuk membiayai pengeluaran negara.
c. Syarat
Ekonomis
Pungutan
pajak harus menjaga keseimbangan kehidupan ekonomi, pemungutan tidak boleh
menganggu kelancaran kegiatan produksi maupun perdagangan. Pajak dipungut cukup
untuk menutup sebagian pengeluaran negara, tidak memakan ongkos pemungutan
pajak yang besar. Suatu negara akan mempertahankan ekonominya dengan politik
pemungutan pajaknya:
1. Harus
diusahakan supaya jangan sampai menghambat lancarnya produksi dan perdagangan.
2. Harus
diusahakan, supaya jangan menghalang-halangi rakyat dalam usahanya menuju ke
kebahagiaan dan jangan sampai merugikan kepentingan umum.
d. Syarat
Sosiologis
Pajak
harus dipungut sesuai kebutuhan masyarakat maka harus mendapatkan persetujuan masyarakat
karena pajak adalah peralihan kekayaan dari sektor rakyat ke sektor pemerintah
untuk membiayai pengeluaran negara. Syarat ini akan mendorong masyarakat dalam
memenuhi kewajiban perpajakannya dikarenakan masyarakat telah atas kesadarannya
sendiri menjalankan kewajiban perpajakannya.
e. Syarat
Financial
Sesuai
dengan fungsi pajak sebagai sumber penerimaan negara, maka biaya yang
dikeluarkan untuk pemungutan/penetapan pajak hendaknya lebih kecil dari
penerimaan pajak agar ada penerimaan yang masuk ke kas negara/daerah.
f. Syarat
kesederhanaan
Sistem pemungutan pajak
harus sederhana. Sistem pemungutan yang sederhana akan memudahkan dan mendorong
masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.
1.6 The
Four Maxims Adam Smith
Dalam penyusunan Undang- Undang telah disebutkan bahwa penyusunan
Undang-Undang tidak boleh semena-mena apalagi sampai merugikan masyarakat
secara luas. Adam Smith dalam bukunya “Wealth
Of Nation” yang terkenal di seluruh dunia, memberikan pedoman bahwa agar
peraturan pajak itu memberikan rasa keadilan, harus memenuhi empat syarat yang
kemudian dikenal “ The Four Maxims”
atau “The Four Canon of Adam Smith”
yaitu:
a.
Equality
dan Equity
Equality
atau kesamaan mengandung arti bahwa keadaan yang sama atau orang yang berada
dalam keadaan sama harus dikenakan pajak yang sama. Ini berlaku baik untuk WNI
ataupun orang asing. Equity dalam
bahasa Indonesia sering diterjemahkan dengan kata keadilan. Pengertian keadilan
ini sangat relatif dan bergantung kepada tempat waktu dan ideologi yang
melandasinya. Apa yang dianggap adil di Indonesia pada waktu ini belum tentu
adil di masa lampau atau masa mendatang. Sehingga orang lebih mendiskripsikan
asas equity dengan asas kepatutan.
Selain itu, Negara juga tidak diperbolehkan bertindak diskriminatif terhadap
Wajib Pajak.
b.
Certainty
Pelaksanaan pemungutan pajak
oleh pemerintah harus didukung oleh dasar hukum yang kuat dan tegas, sehingga
pembuat Undang- Undang harus mengusai asas-asas hukum yang sudah diterima
secara umum oleh kalangan orang-orang yang berprofesi hukum. Pembuatan
undang-undang harus menggunakan pemilihan kata-kata yang jelas, tegas dan tidak
mengandung arti ganda atau memberikan peluang untuk ditafsirkan lain apalagi
sampai menimbulkan kekosongan atau Loophles
yang masih dapat diselundupi. Semua pungutan pajak harus berdasarkan dengan UU,
sehingga bagi yang melanggar akan dikenakan sanksi hukum. Dalam asas ini,
kepastian hukum yang diutamakan adalah mengenai Subjek Pajak, Objek Pajak,
Tarif Pajak dan Ketentuan mengenai Pembayaran Pajak
c.
Convenience
Of payment
Pajak harus dipungut pada
saat yang tepat yaitu pada saat wajib pajak mempunyai uang. Kebanyakan negara
menerapkan pemungutan pajak ini saat pemberi kerja atau yang membayarkan uang
memberi gaji atau membayarkan uang kepada penerima uang/penghasilan, ini
dianggap saat yang paling tepat dalam memungut pajak. Sebagai contoh pada saat
Wajib Pajak memperoleh penghasilan. Sistem pemungutan ini disebut Pay as You
Earn.
d.
Economic’s
of Collention (Efficiency)
Syarat yang keempat adalah
bertalian dengan biaya pemungutan. Hasil penerimaan pajak harus sebanding
dengan biaya yang dikeluarkan untuk memungut pajak. Sebanding ini harus
mempertimbangkan tenaga, system yang harus dibangun atapun sumber daya yang
harus dibentuk. Pajak diharapkan seminimum mungkin, demikian pula beban yang
dipikul Wajib Pajak jangan sampai biaya pemungutan pajak lebih besar dari
penerimaan pajak itu sendiri.
Daftar Pustaka
- Mardiasmo.
2009. Perpajakan. Yogyakarta: ANDI
Yogyakarta
- Pranawabudi.
2009. Pengertian Pajak. http://splashurl.com/lyoob6r
(Diakses Tanggal 22 Februari 2013)
- Positif,
Hukum. 2008. Meninjau Asas-Asas yang
Telah Menjadi Dasar Pemungutan Pajak. http://splashurl.com/m9tsxec
(Diakses Tanggal 22 Februari 2013)
- Sombolon,
Michael. 2010. Sejarah Perpajakan di
Indonesia. http://splashurl.com/k3t52pu
(Diakses Tanggal 23 Februari 2013)
- Wijiraharjo.
2008. Pajak, Retribusi dan Sumbangan. http://splashurl.com/kvazhjv
(Diakses Tanggal 23 Februari 2013)
- Shvoong.
2011. Fungsi & Peranan Pajak bagi
Negara. http://splashurl.com/mk6ce8x
(Diakses Tanggal 23 Februari 2013)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar