A. PENGERTIAN
HUKUM PAJAK INTERNASIONAL
Pengertian hukum pajak internasional
menurut beberapa pendapat ahli hukum pajak diantaranya:
1.
Menurut pendapat Prof. Dr.
Rochmat Soemitro, bahwa hukum pajak internasional adalah hukum pajak
nasional yang terdiri atas kaedah, baik berupa kaedah-kaedah nasional maupun
kaedah yang berasal dari traktat antar negara dan dari prinsif atau kebiasaan
yang telah diterima baik oleh negera-negara di dunia, untuk mengatur soal-soal
perpajakan dan di mana dapat ditunjukkan adanya unsur-unsur asing.
2.
Menurut pendapat Prof. Dr. P.J.A.
Adriani, hukum pajak internasional adalah suatu kesatuan hukum yang
mengupas suatu persoalan yang diatur dalam UU Nasional mengenai pemajakan
terhadap orang-orang luar negeri, peraturan-peraturan nasional untuk
menghindarkan pajak ganda dan traktat-traktat.
3.
Sedangkan menurut pendapat Prof.
Mr. H.J. Hofstra, hukum pajak internasional sebenarnya merupakan hukum
pajak nasional yang di dalamnya mengacu pengenaan terhadap orang asing.
B. KEDAULATAN
HUKUM PAJAK INTERNASIONAL
Berbicara masalah Hukum Pajak Internasional, khususnya Hukum
Pajak Internasional Indonesia secara umum dapat dikatakan barlaku terbatas
hanya pada subjeknya dan objeknya yang berada di wilayah Indonesia saja. Dengan
kata lain terhadap orang atau badan yang tidak bertempat tinggal atau
berkedudukan di Indonesia pada dasarnya tidak akan dikenakan pajak berdasarkan
UU Indonesia. Namun demikian, Hukum Pajak Internasional dapat berkaitan dengan
subjek maupun objek yang berada di luar wilayah Indonesia sepanjang ada
hubungan yang erat dalam hal terdapat hubungan ekonomis atau hubungan
kenegaraan dengan Indonesia.
UU No. 7 Tahun 1983 tentang PPh sebagaimana telah diubah
dengan UU No. 17 Tahun 2000 (UU PPh) khususnya dalam pasal 26 diatur bahwa
terhadap WP luar negeri yang memperoleh penghasilan dari Indonesia antara lain
berupa bunga, royalti, sewa, hadiah dan penghargaan, akan dikenakan PPh sebesar
20% dari jumlah bruto. Pasal ini menunjukkan bahwa contoh adanya hubungan
ekonomis antara orang asing dengan penghasilan yang diperoleh di Indonesia.
Dalam hukum antar negara terdapat suatu asas mengenai
kedaulatan negara yang dinyatakan sebagai kedaulatan setiap negara untuk dengan
bebas mengatur kepentingan-kepentingan rumah tangganya sendiri, dalam batas-batas
yang ditentukan oleh hukum antar negara dan bebas dari pengaruh kekuasaan
negara lain.
C. SUMBER-SUMBER HUKUM PAJAK
INTERNASIONAL
Prof. Dr.
Rochmat Soemitro dalam bukunya Hukum Pajak Internasional Indonesia
menyebutkan bahwa ada beberapa sumber hukum pajak internasional, yaitu:
1.
Hukum Pajak
Nasional/Unilateral yang mengandung unsur asing.
Dalam hal ini
diambil contoh dari undang-undang PPh dan undang-undang PPN.
2.
Traktat, yaitu
kaedah hukum yang dibuat menurut perjanjian antar negara baik secara bilateral
maupun multilateral. Perjanjian yang sifatnya multilateral yaitu, Indonesia
terikat dalam Perjanjian Perpajakan dengan model Organization for Economic
Cooperation and Development (OECD), maupun model United Nations (UN)[11] yang
merupakan acuan dalam rangka perundingan perjanjian penghindaran pajak
berganda.
3.
Keputusan Hakim
Nasional atau Komisi Internasional tentang pajak-pajak internasional. Keputusan
hakim maupun komisi internasional yang memberikan putusan yang menyangkut
adanya unsur internasional merupakan sumber hukum yang sifatnya mengikat juga
bagi hukum pajak indonesia.
Sedangkan
Santoso Brotodihardjo, S.H. dalam bukunya Pengantar Ilmu Hukum Pajak
menyatakan bahwa sumber-sumber formal dari hukum pajak internasional, yaitu:
1.
Asas-asas yang
terdapat dalam hukum antar negara (asas-asas ini dapat disimpulkan dari
peraturan-peraturan dalam hukum antar negara, baik yang tertulis maupun yang
tidak).
2.
Peraturan-peraturan
unilateral (sepihak) dari setiap negara yang maksudnya tidak ditujukan kepada
negara lain, seperti ”pencegahan pengenaan pajak berganda” (yang disebut di
muka).
3.
Traktat-traktat
(perjanjian) dengan negara lain seperti:
a)
Untuk
meniadakan/menghindarkan pajak berganda.
b)
Untuk mengatur
pelakuan fiskal terhadap orang-orang asing.
c)
Untuk mengatur
soal pemecahan laba (winstsplitsing), di dalam hal suatu perusahaan/seseorang
mempunyai cabang-cabang/sumber-sumber pendapatan di negara asing.
d)
Untuk saling
memberi bantuan dalam pengenaan pajak lengkap dengan pemungutannya, termasuk
juga usaha untuk memberantas evasion fiscale, yang dapat terjelma dalam saling
memberi keterangan-keterangan tentang adanya Tatbestand dengan
segala detailnya yang diperlukan untuk penetapan pajaknya.
e)
Untuk
menetapkan tarif-tarif douane.
Sumber-sumber pajak internasional tersebut terlalu luas,
sehingga apabila dipersempit dengan yang hanya terkait dengan Negara Indonesia,
maka sumber-sumber tersebut antara lain:
1.
Kaedah
hukum pajak nasional / unilateral yang mengandung unsur asing, antara lain:
a)
Peraturan
Perpajakan Nasional yang mengatur P3B (Pasal 32 A UU PPh) tentang ”pemerintah
berwenang untuk melakukan perjanjian dengan pemerintah negara lain dalam rangka
penghindaran pajak berganda dan pencegahan pengelakan pajak”;
b)
Peraturan
Perpajakan Nasional (Pasal 2 UU PPh) tentang : Subjek Pajak Luar Negeri dan
Bentuk Usaha Tetap (BUT);
c)
Peraturan
Perpajakan Nasional (Pasal 3 UU PPh) tentang : Tidak Termasuk Subjek Pajak;
d)
Peraturan perpajakan Nasional (Pasal 5 (2) UU PPh) tentang : Peraturan
Perpajakan Nasional (Pasal 3 UU PPh) tentang Tidak Termasuk Subjek Pajak Bentuk
Peraturan Perpajakan Nasional (Pasal 3 UU PPh) tengang TidakTermasuk Subjek
Pajak Usaha tetap.;
e)
Peraturan
Perpajakan Nasional (Pasal 18 UU PPh) tentang Hubungan Istimewa, Bilamana
Terdapat Ketidakwajaran dalm Perpajakan;
f)
Peraturan
Perpajakan Nasional (Pasal 24 UU PPh) tentang Kredit Pajak Luar Negeri;
g)
Peraturan
Perpajakan Nasional (Pasal 26 UU PPh) tentang Pemotongan Pajak atas Su bjek
Pajak Luar Negeri yan memperolrh penghasilan dsri Indonesia.
2.
Kaedah –
kaedah yang berasal dari traktat :
a)
Perjanjian
Bilateral;
b)
Perjanjian
ini diwujudkan dengan adanya Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B), yang
sampai ditulisnya buku ini sudah ada 56 P3B;
c)
Perjanjian
multilateral. Perjanjian ini seperti Konvensi Wina.
3.
Keputusan
Hakim Nasional atau komisi internasional tentang pajak-pajak internasional.
Hal ini dapat diwujudkan dengan adanya putusan
pengadilan pajak yang menyangkut tentang perpajakan internasional, atau
Keputusan Pengadilan Internasional Den Haag yang memuat soal-soal perpajakan. Prinsip-prinsip dan Azas-azas hukum pajak Internasional:
1.
Prinsip kedaulatan dalam hukum pajak
Internasional. Suatu Negara tidak dapat melakukan tindakan administratif tanpa
memperoleh izinnya, lebih-lebih kalau tindakan itu disertai dengan ancaman atau
paksaan. Perbuatan seperti itu akan melanggar kedaulatan suatu Negara
2.
Prinsip Keadilan. Prinsip keadilan
nya adam smith
3.
Prinsip Negara Hukum UUD 1945,
·
Indonesia Negara berdasarkan atas hukum
·
Pajak dipungut berdasarkan UU
4.
Prinsip territorial/wilayah
·
Jika seseorang warga Negara asing
menetap disuatu Negara dan disitu ia mendapatkan nafkah, wajib menjadi wajib
pajak dalam negri di Negara ia menetap karena itu untuk keperluan pajak ia oleh
Negara itu diperlakukan sama dengan warganegara nya
5.
Prinsip Universalitas
·
Prinsip yang memberikan wewenang
kepada Negara untuk mengenakan pajak atas semua pendapatan yang diperoleh oleh
seseorang tanpa mengindahkan tempat dimana pendapatan itu diperoleh (world wide
income)
Sedangkan asas yang digunakan di
antaranya:
1.
Asas Negara tempat tinggal (lex fori). Negara dimana seseorang
bertempat tinggal tanpa memandang kewarganagaraan Negara nya mempunyai hak yang
tak terbatas untuk mengenakan pajak terhadap orang-orang itu dari semua
pendapatan yang diperoleh orang itu dengan tak menghiraukan dimana pendapatan
itu diperoleh (lihat prinsip universalitas WNI)
2.
Asas Negara asal atau asas Negara
sumber. Pemajakannya hanya dilakukan di Negara dimana sumber itu berada atas
hasil yang keluar dari sumber itu sedang Negara tempat tinggal wajib pajak mengundurkan
diri dari pemajakan.
3.
Asas kebangsaan. Asas yang
mendasarkan pengenaan pajak seseorang pada status kewarganegaraan nya jadi
pemajakan dilakukan oleh Negara asal WP yang dikenakan pajak ialah orang yang
mempunyai kewarganegaraan Negara tersebut tanpa memandang tempat tinggalnya.
4.
Asas pendirian tetap (Betribesttatleprinzip). Asas pengenaan
pajak yang memberikan hak utama kepada Negara asing dimana permanent establishment (PE) itu berada untuk mengenakan pajak atas
hasil usaha yang dianggap diperoleh dari pendirian tetap itu (P.E yang
digunakan untuk melakukan usaha di Negara asing dan sekaligus digunakan sebagai
dasar dan syarat untuk memberikan hak pengenaan pajak kepada Negara sumber)
D. TERJADINYA PAJAK BERGANDA
INTERNASIONAL
Pajak berganda internasional umumnya
terjadi karena pada dasarnya tidak ada hukum internasional yang mengatur hal
tersebut sehingga terjadi bentrokan hukum antar dua negara atau lebih.
Velkenbond memberikan pengertian bahwa pajak berganda internasional terjadi
apabila pengenaan pajak dari dua negara atau lebih saling menindih sedemikian
rupa, sehingga orang-orang yang dikenakan pajak di negara-negara yang lebih
dari satu memikul beban pajak yang lebih besar daripada jika mereka dikenakan
pajak di satu negara saja. Beban tambahan yang terjadi tidak semata-mata
disebabkan karena perbedaan tarif dari negara-negara yang bersangkutan,
melainkan karena dua negara atau lebih secara bersamaan memungut pajak atas
objek dan subjek yang sama.
Dari pengertian di atas jelas bahwa
pajak berganda internasional akan timbul karena atas suatu objek pajak dan
subjek pajak yang sama dikenakan pajak lebih dari satu kali sehingga
menimbulkan beban yang berat bagi subjek pajak yang dikenakan pajak tersebut.
Selanjutnya Prof. Rochmat Soemitro menjelaskan bahwa ada beberapa sebab
terjadinya pajak berganda internasional, yaitu: Subjek pajak yang sama
dikenakan pajak yang sama di beberapa negera, yang dapat terjadi di antaranya:
- Domisili rangkap
- Kewarganegaraan rangkap
- Bentrokan asas domisili dan asas kewarganegaraan.
- Objek pajak yang sama dikenakan pajak yang sama di
beberapa negara.
- Subjek pajak yang sama dikenakan pajak di negara tempat
tinggal berdasarkan atas wold wide income, sedangkan di negera domisili
dikenakan pajak berdasarkan asas sumber.
E. CARA PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA
INTERNASIONAL
Ada dua cara untuk menghindari pajak
berganda internasional, yaitu dengan cara sebagai berikut:
1.
Cara Unilateral
Cara ini dilakukan dengan memasukkan
ketentuan untuk menghindari pajak berganda dalam UU suatu negara dengan suatu
prosedur yang jelas. Penggunaan cara ini merupakan wujud kedaulatan suatu
negara untuk mengatur sendiri masalah pemungutan pajak dalam suatu UU.
- Cara Bilateral atau Multilateral
Cara Bilateral atau Multilateral
dilakukan melalui suatu perundingan antar negara yang berkepentingan untuk
menghindarkan terjadinya pajak berganda. Perjanjian yang dilakukan secara
bilateral oleh dua negara, sedangkan multelateral dilakukan oleh lebih dari dua
negara, yang lebih dikenal dengan sebutan traktat atau tax treaty. Proses
terjadinya perjanjian secara bilateral maupun multilateral tentu akan
membutuhkan waktu yang cukup lama karena masing-masing negara mempunyai prinsip
pemajakannya masing-masing sesuai dengan kedaulatan negaranya sendiri.
DAFTAR
PUSTAKA
-
B.
Ilyas,Wirawan dan Richard Buton. Hukum
Pajak Edisi 5. Jakarta : Salemba Empat, 2011.
-
http://splashurl.com/luhukcg
(diakses tanggal 9 Mei 2013)
-
http://splashurl.com/mowb26h
(diakses tanggal 9 Mei 2013)
-
http://splashurl.com/mb8krqx
(diakses tanggal 9 Mei 2013)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar