Senin, 09 Juni 2014

Stelsel Pemungutan Pajak

·         Stelsel Pemungutan Pajak
Stelsel adalah sistem pemungutan pajak, bisa di depan, tengah atau di belakang.  Pada umumnya system pemugutan pajak ada 3 yaitu:

1.         Stelsel riil/nyata
Pengenaan pajak didasarkan pada objek (penghasilan) yang nyata sehingga pemungutannya baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak,yakni setelah penghasilan yang sesungguhnya telah dapat diketahui. Oleh karena itu,apabila terhadap suatu jenis pajak digunakan stelsel riil maka system pemungutan pajaknya adalah system pemungutan pajak di belakang (naheffing).
·         Kelebihan : Pajak yang dikenakan lebih realistis yaitu sesuai dengan besarnya pajak yang sesungguhnya terutang karena pemungutan pajak dilakukan setelah tutup buku, sehingga penghasilan yang sesungguhnya telah diketahui.
·         Kelemahan : pajak barudapat dikenakan pada akhir periode (setelah penghasilan riil diketahui), padahal pemerintah membutuhkan penerimaan pajak ini untuj pengeluaran sepanjang tahun dan tidak hanya pada akhir tahun.

2.         Stelsel anggapan (Fictieve stelsel)
Adalah suatu system pengenaan pajak yang didasarkan pada suatu fiksi (anggapan) yang diatur oleh undang-undang. Anggapan yang dimaksud disini dapat bermacam-macam jalan pikirannya tergantung peraturan perpajakan yang berlaku. Dengan demikian, stelsel ini menerapkan system pemungutan pajak di depan (voor heffing).
·          Kelebihan : Pemungutan pajak sudah dapat dilakukan pada awal tahun sehingga pemeritah dapat menggunakan penerimaan pajak untuk membiayai pengeluaran Negara sepanjang tahun dan uang hasil pajak segera dapat masuk ke dalam kas Negara
·          Kelemahan : Besarnya pajak yang dipungut belum tentu sesuai dengan besarnya pajak yang sesungguhnya terutang sehingga akan merugikan Negara maupun wajib pajak.

3.         Stelsel campuran
Merupakan perpaduan dari stelsel nyata dan stelsel anggapan. Pada awal tahun, besarnya pajak dihitung berdasarkan suatu anggapan, kemudian pada akhir tahun besarnya pajak disesuaikan dengan keadaan sebenarnya. Dengan kata lain stelsel campuran merupakan upaya untuk menghilangkan kelemahan-kelemahan dari kedua stelsel sebelumnya.
·           Kelebihan : pemungutan pajak sudah dapat dilakukan pada awal tahun pajak, dan pajak yang dipungut sesuai dengan besarnya pajak yang sesungguhnya terutang.
·           Kelemahan : adanya tambahan pekerjaan administrasi karena penghitungan pajak  dilakukan dua kali yaitu pada awal dan akhir tahun.
Undang-undang Pajak Penghasilan Indonesia menganut stelsel campuran. “Dimana pada awal tahun angsuran pajak berdasarkan besarnya pajak yang terutang pada Surat Pemberitahuan tahun sebelumnya. Kemudian pada akhir tahun dihitung kembali berdasarkan penghasilan yang sesungguhnya diperoleh pada tahun yang bersangkutan” (PPh pasal 25). “Jika terdapat kekurangan maka wajib pajak harus melunasi kekurangan pembayaran pajak dalam jangka waktu yang telah ditentukan” (PPh pasal 29).

·         Pengelompokan Jenis Jenis Pajak

Dalam Hukum Pajak terdapat pembagian jenis-jenis pajak yang dibagi dalam berbagai pengelompokan atau pembagian, sebagai berikut :
1.     Pengelompokan Pajak Menurut Golongannya
a.    Pajak Langsung yaitu pajak yang dimaksudkan untuk dipikul sendiri oleh yang membayarnya. Jadi pajak jenis ini tidak bisa dilimpahkan atau digeser kepada pihak lain
Misalnya Pajak Penghasilan ( PPh ), PPh tidak bisa dilimpahkan atau digeser kepada orang / pihak lain untuk menanggungnya.
b.    Pajak Tidak Langsung yaitu pajak yang dimaksudkan dapat dilimpahkan       
       Atau dibebankan oleh yang membayar kepada pihak lain.
Misalnya Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, pajak jenis ini bisa dilimpahkan atau digeserkan oleh penjual kepada pembeli     
2.     Pengelompokan Pajak Menurut Sifatnya
     
a.    Pajak Subyektif ( Pajak yang Bersifat Perorangan ) yaitu pajak yang dalam pengenaannya memperhatikan keadaan atau kondisi pribadi wajib pajak ( status kawin atau tidak kawin, mempunyai tanggungan keluarga atau tidak ).
Misalnya Pajak Penghasilan, keadaan / kondisi wajib pajak akan mempengaruhi dalam hal Penghasilan Tidak Kena Pajak ( PTKP ) nya.
b.    Pajak Obyektif ( Pajak yang Bersifat Kebendaan ) yaitu pajak yang dalam pengenaannya hanya memperhatikan sifat obyek pajaknya saja, tanpa memperhatikan keadaan atau kondisi diri wajib pajak.
Misalnya Bea Meterai, yang dipungut apabila obyek pajak telah ada dan memenuhi syarat sebagai suatu dokumen yang dikenakan pajak tanpa melihat kondisi dari wajib pajak.  Begitupun dalam Pajak Pertambahan Nilai yang pengenaannya juga tidak dilihat dari kondisi pribadi wajib pajak tetapi tergantung pada obyek tersebut apakah sudah memenuhi syarat untuk dikenakan PPN
3.  Pengelompokan Pajak Menurut Lembaga Pemungutnya
a.    Pajak Pusat ( Pajak Negara ) yaitu pajak yang wewenang pemungutannya ada ditangan pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara.
Misalnya Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Pajak Bumi dan Bangunan.
b.    Pajak Daerah yaitu pajak yang wewenang pemungutannya ada pada pemerintah daerah dan digunakan untuk kepentingan pembiayaan rumah tangga pemerintah daerah tersebut.
Pajak Daerah terdiri dari :
-           Pajak Propinsi yaitu pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah Tingkat I ( Propinsi ), misalnya Pajak Kendaraan Bermotor dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor.
-           Pajak Kabupaten / Kota yaitu pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah Tingkat II ( Kabupaten / Kota ), misalnya Pajak Hotel, Pajak Restoran dan Pajak Hiburan.

·         SISTEM PEMUNGUTAN PAJAK

Pada dasarnya terdapat 3 ( tiga ) cara / system yang dipergunakan untuk menentukan siapa yang menghitung dan menetapkan jumlah pajak yang terutang oleh seseorang, yaitu :
1.     Official Assesment System
Official Assesment System yaitu system pemungutan pajak yang menyatakan bahwa jumlah pajak yang terutang oleh wajib pajak dihitung dan ditetapkan oleh aparat pajak atau fiskus. Dalam system ini utang pajak timbul bila telah ada ketetapan pajak dari fiskus ( sesuai dengan ajaran formil tentang timbulnya utang pajak ). Jadi dalam hal ini wajib pajak bersifat pasif.
2.     Self Assesment System
Self Assesment System yaitu system pemungutan pajak dimana wewenang menghitung besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak diserahkan oleh fiskus kepada wajib pajak yang bersangkutan, sehingga dengan sisten ini wajib pajak harus aktif untuk menghitung, menyetor dan melaporkan kepada Kantor Pelayanan Pajak ( KPP ), sedangkan fiskus bertugas memberikan penerangan dan pengawasan.
3.     With Holding System
With Holding System yaitu system pemungutan pajak yang menyatakan bahwa jumlah pajak yang terutang dihitung oleh pihak ketiga ( yang bukan wajib pajak dan juga bukan aparat pajak / fiskus ). 
Referensi :




Tidak ada komentar:

Posting Komentar